Minggu, 17 Agustus 2014

Drupadi Jadi Selir Kurawa

Kini tinggalah hanya Yudhistira dan istrinya, Drupadi. Suasana riuh dengan gelak tawa Kurawa yang makin angkara murka. “Masih sanggupkah adinda melanjutkan permainan dadu ini?” tanya Duryudana. “Hamba sudah tak memiliki apa-apa kecuali Drupadi sebagai istri. Apakah kakanda tak memiliki malu untuk meminta Drupadi sebagai taruhan?” tanya Yudhistira. “Ini hanya sebuah permainan adinda, maka kuminta Drupadi menjadi selir Kurawa jika aku menang,” kata Duryudana yakin dan diiringi gelegar tawa Kurawa yang makin memburu, makin licik.
Drupadi tak rela, ia meminta pertanggungjawaban suaminya, Yudhistira. “Benarkah kakanda mau mempertaruhkan hamba? Segala-galanya telah kuperbuat demi kakanda. Apakah kakanda rela, kemuliaan hamba direnggut oleh Kurawa?” tangis Drupadi. Namun muka Yudhistira hanya tertunduk. Tak mampulah ia memandang Drupadi kekasihnya. Demi kehormatannya segalanya harus ia korbankan. Makin pedihlah hati Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Hati mereka sepedih Yudhistira menghadapi situasi dilema.
Dilanjutkanlah permainan dadu yang penuh tipu daya itu. Dan terjadilah kekhawatiran Pandawa. Duryudana menang, dan berhaklah ia atas Drupadi. Tiba-tiba muncullah Dursasana adik Duryudana menarik Drupadi. Memang sedari tadi ialah yang paling menunggu kesempatan ini. Ia ingin bercinta dengan Drupadi yang memang cantik jelita. Wajahnya dipenuhi nafsu angkara murka, ia tarik Drupadi menuju peraduannya. Namun dengan sekuat tenaga Drupadi menolak. Makin bernafsulah Dursasana. Dengan tertawa angkara murka ia cabut penjepit yang menggelung rambut Drupadi dan tergerailah rambut panjangnya. Tak cukup di situ ia lucuti pakaian kebesaran Drupadi sehingga hanya tersisa selembar kain yang melilit tubuhnya. Makin riuhlah suasana yang diwarnai dengan tawa nafsu kejam Kurawa. Para Pandawa hanya bisa menangis pasrah melihat kejadian memalukan itu.
Dursasana makin bernafsu, ia tarik kain yang melilit Drupadi. Jika kain ini habis maka telanjanglah tubuh Drupadi. Makin geramlah Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar