Minggu, 17 Agustus 2014

Kisah Cerita Dropadi/Drupadi

Dropadi adalah anak yang lahir dari hasil Putrakama Yadnya, yaitu ritual memohon anak dalam wiracarita Mahabarata. Diceritakan setelah Drupada dipermalukan oleh Drona, beliau pergi ke dalam hutan untuk merencanakan balas dendam. Lalu beliau memutuskan untuk mempunyai putra yang akan membunuh Drona, dan seorang putri yang akan menikah dengan Arjuna. Dibantu oleh resi Jaya dan Upajaya, Drupada melaksanakan Putrakama Yadnya dengan sarana api suci. Dropadi lahir dari api suci tersebut.


Dalam kitab Mahabharata versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pernikahan tersebut terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala dan mengikuti sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha (India Kuno), seperti misalnya Karna dan Salya. Para Pandawa berkumpul bersama para kesatria lain di arena, namun mereka tidak berpakaian selayaknya seorang kesatria, melainkan menyamar sebagai brahmana. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat oleh para peserta dan yang berhasil melakukannya akan menjadi suami Dewi Dropadi.
Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal. Karna berhasil melakukannya, namun Dropadi menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta lainnya menggerutu karena seorang brahmana mengikuti sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria. Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi. Arjuna dan Bima bertarung dengan kesatria yang melawannya sedangkan Yudistira, Nakula, dan Sadewa pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna yang turut hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para brahmana yang telah mendapatkan Dropadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para brahmana tersebut mendapatkan Dropadi sebab mereka telah berhasil memenangkan sayembara dengan baik.
Setelah keributan usai, Arjuna dan Bima pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka sedang berdoa sambil memikirkan keadaan kedua anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna dan Bima datang menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa.

Kisah Cerita Yudhistira

Yudistira adalah putra tertua pasangan Pandu dan Kunti, raja dan ratu dari kalangan Dinasti Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Kitab Mahabharata bagian pertama (Adiparwa) mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu setelah membunuh brahmana bernama Resi Kindama tanpa sengaja. Brahmana itu terkena panah Pandu ketika ia dan istrinya sedang bersanggama dalam wujud sepasang rusa. Menjelang ajalnya tiba, Resi Kindama sempat mengutuk Pandu bahwa kelak ia akan mati ketika bersetubuh dengan istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan takhta Hastinapura dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan untuk mengurangi hawa nafsu. Kedua istrinya, yaitu Kunti dan Madri dengan setia mengikutinya. Setelah lama tidak dikaruniai keturunan, Pandu mengutarakan niatnya untuk memiliki anak. Kunti yang menguasai mantra Adityahredaya segera mewujudkan keinginan suaminya. Mantra tersebut adalah ilmu pemanggil dewa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putra darinya tanpa melalui persetubuhan. Putra pertama itu diberi nama Yudistira. Dengan demikian, Yudistira menjadi putra sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan.
Kisah dalam pewayangan Jawa agak berbeda. Menurut versi ini, Puntadewa merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana Hastinapura. Kedatangan Bhatara Dharma hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya. Berkat bantuan dewa tersebut, Puntadewa lahir melalui ubun-ubun Kunti. Dalam pewayangan Jawa, nama Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudistira baru digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja. Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran.

Kisah Cerita Sadewa (Pandawa)

Sahadewa atau Sadewa adalah saudara terakhir dari para Pandawa. Sadewa memiliki saudara kembar yaitu Nakula, mereka juga menjadi tokoh protagonis dalam cerita Mahabarata. Sadewa adalah putera dari Pandu dan Dewi Madri. Sadewa dan saudara kembarnya Nakula dikisahkan sebagai anugerah dari dewa kembar bernama Aswinkepada Dewi Madri, karena Pandu mendapat kutukan dari Resi Kindama bahwa ia akan mati apabila mengawini istrinya.

Sadewa  memiliki sifat yang bijak, bahkan walaupun ia putera yang paling muda dari Para Pandawa, ia adalah yang terbijak. Kakaknya, Yudistira pernah mengatakan bahwa Sadewa lebih bijak daripada Wrehaspati, yaitu guru para dewa.

Sadewa memiliki kepandaian dalam hal ilmu perbintangan atau astronomi. Kepandaiannya jauh di atas murid-murid Resi Drona yang lainnya. Ia mampu mengetahui kejadian yang akan datang, namun ia pernah dikutuk, apabila sampai membeberkan rahasia takdir, maka kepalanya akan terbelah menjadi dua. Ia juga pandai dalam hal ilmu peternakan sapi. Dan pada saat Para Pandawa menjalani masa penyamaran di Kerajaan Matsyakarena kalah bermain dadu dengan Korawa, Sadewa menyamar menjadi seorang gembala sapi bernama Tantripala.

Sadewa menikah dengan puteri Jarasanda,raja Kerajaan Magadha, dan dari pernikahan tersebut, ia memperoleh seorang putera bernama Suhotra, Sedangkan dari Dropadi, yang merupakan istri para Pandawa setelah Arjuna memenangkan sayembara memanah di kerajaan Pancala, Sadewa memiliki putera bernama Srutakirti.

Istri Sadewa versi pewayangan hanya seorang, yaitu Perdapa putri Resi Tambrapetra. Dari perkawinan itu lahir dua orang anak bernama Niken Sayekti dan Bambang Sabekti. Masing-masing menikah dengan anak-anak Nakula yang bernama Pramusintadan Pramuwati.

Sadewa  juga turut serta dalam peperangan besar di Kurukshetra (Bharatayuddha). Dalam kisah Mahabharata, pada hari ke-18 Sadewa bertempur melawan Sengkuni, dan ia berhasil mengalahkan Sengkuni dengan pedangnya. Sengkuni adalah paman para Korawa dari pihak ibu. Ia licik dan yang memicu permusuhan antara Pandawa dan Korawa, sehingga meletus perangBharatayuddha.

Sadewa juga merupakan tokoh utama dalam Kakawin Sudamala, yaitu karya sastra berbahasa Jawa Kuna peninggalan Kerajaan Majapahit. Dalam naskan ini diceritakan tentang kutukan yang menimpa istri Batara Guru yang bernama Umayi, akibat perbuatannya berselingkuh dengan Batara Brahma.Umayi dikisahkan berubah menjadi Rakshasi bernama Ra Nini, dan hanya bisa kembali ke wujud asal apabila diruwat oleh bungsu Pandawa. Oleh karena itu, Sadewa diculik dan dipaksa untuk memimpin prosesi ruwatan. Setelah dirasuki batara Guru, barulah Sadewa menjalankan permintaan Ra Nini. Kemudian Sadewa mendapat julukan Sudamala yang berarti “menghilangkan penyakit”. Dan dengan petunjuk Ra Nini yang sudah berubah menjadi Umayi, Sadewa pun pergi ke desa Prangalas menikahi putri seorang pertapa bernama Tambrapetra, yang bernama Predapa.

Sadewa meninggal dalam perjalanan ke puncak gunung Himalaya bersama para pandawa dan istri mereka Dropadi. Sadewa meniggal setelah Dropadi. Arwah Sadewa mencapai kedamaian di surga.

Pandawa dan Drupadi Jadi Budak Kurawa (Duryudana)

Rupanya Yang Maha Kuasa di khayangan tak berkenan atas ini. Diberikanlah kain yang melilit Drupadi sebuah keistimewaan. Lilitannya tak akan habis bila terus ditarik. Makin lelah dan marahlah Dursasana. Iapun mengurungkan niatnya untuk mempermalukan Drupadi dan Pandawa. Drupadi yang dendam karena kehormatannya telah dicoba direnggut bersumpah, ia takkan menggelung rambutnya sebelum mandi keramas dengan darah Dursasana. Kelak pada Perang besar Bharatayuda antara Pandawa dan Kurawa, Dursasana mati di tangan Bima. Ia mengambil darah Dursasana untuk diberikan kepada Drupadi.
Pemainan dadu dilanjutkan. Yudhistira akhirnya mempertaruhkan diri sendiri. Ia kalah. Pandawa dan Drupadi menjadi budak Kurawa. Mereka kemudian diasingkan ke hutan oleh Duryudana.

Drupadi Jadi Selir Kurawa

Kini tinggalah hanya Yudhistira dan istrinya, Drupadi. Suasana riuh dengan gelak tawa Kurawa yang makin angkara murka. “Masih sanggupkah adinda melanjutkan permainan dadu ini?” tanya Duryudana. “Hamba sudah tak memiliki apa-apa kecuali Drupadi sebagai istri. Apakah kakanda tak memiliki malu untuk meminta Drupadi sebagai taruhan?” tanya Yudhistira. “Ini hanya sebuah permainan adinda, maka kuminta Drupadi menjadi selir Kurawa jika aku menang,” kata Duryudana yakin dan diiringi gelegar tawa Kurawa yang makin memburu, makin licik.
Drupadi tak rela, ia meminta pertanggungjawaban suaminya, Yudhistira. “Benarkah kakanda mau mempertaruhkan hamba? Segala-galanya telah kuperbuat demi kakanda. Apakah kakanda rela, kemuliaan hamba direnggut oleh Kurawa?” tangis Drupadi. Namun muka Yudhistira hanya tertunduk. Tak mampulah ia memandang Drupadi kekasihnya. Demi kehormatannya segalanya harus ia korbankan. Makin pedihlah hati Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Hati mereka sepedih Yudhistira menghadapi situasi dilema.
Dilanjutkanlah permainan dadu yang penuh tipu daya itu. Dan terjadilah kekhawatiran Pandawa. Duryudana menang, dan berhaklah ia atas Drupadi. Tiba-tiba muncullah Dursasana adik Duryudana menarik Drupadi. Memang sedari tadi ialah yang paling menunggu kesempatan ini. Ia ingin bercinta dengan Drupadi yang memang cantik jelita. Wajahnya dipenuhi nafsu angkara murka, ia tarik Drupadi menuju peraduannya. Namun dengan sekuat tenaga Drupadi menolak. Makin bernafsulah Dursasana. Dengan tertawa angkara murka ia cabut penjepit yang menggelung rambut Drupadi dan tergerailah rambut panjangnya. Tak cukup di situ ia lucuti pakaian kebesaran Drupadi sehingga hanya tersisa selembar kain yang melilit tubuhnya. Makin riuhlah suasana yang diwarnai dengan tawa nafsu kejam Kurawa. Para Pandawa hanya bisa menangis pasrah melihat kejadian memalukan itu.
Dursasana makin bernafsu, ia tarik kain yang melilit Drupadi. Jika kain ini habis maka telanjanglah tubuh Drupadi. Makin geramlah Bima.

Sadewa Arjuna Bima Jadi Budak Duryudana Setelah Kalah main Dadu

Pada awal-awal permainan, Pandawa dan Kurawa saling berganti kemenangan. Suasana terlihat akrab dan diselingi canda tawa. Tiba-tiba Duryudana berkata,” Adinda Pandawa, tak serulah permainan kita dengan taruhan yang kecil. Beranikah adinda bertaruh dengan taruhan yang lebih besar?” Pandawa tertegun. “Apa maksud Kakanda Duryudana?” tanya Yudhistira. “Bagaimana bila kita mempertaruhkan negeri kita, jika kali ini adinda menang maka aku serahkan Astina kepada adinda namun jika aku yang menang maka aku berhak memiliki Negeri Amarta. Pandawa kaget bukan kepalang, mereka mulai tersadar jika sudah masuk perangkap Kurawa. Namun mereka tak mampu menolak. Ajakan bermain dadu adalah sebuah kehormatan. Seorang ksatria tak boleh melawan kehormatannya. Sekarang mereka hanya bisa pasrah menghadapi keadaan. “Bolehlah, kakanda, tapi apa maksud Kakanda Duryudana sebenarnya?” tanya Yudhistira. “Aku hanya berniat membuat permainan kita makin seru saja adinda,” jawab Duryudana dengan ramah namun menyimpan kelicikan.
Dilanjutkanlah permainan dadu mereka dengan mempertaruhkan negeri Astina dan Amarta. Dan benar, setelah dadu dikocok dan dijatuhkan angka yang muncul memihak Kurawa. Wajah para Pandawa pucat bukan kepalang. Di sisi lain para Kurawa tertawa tergelak dan mulai menampakkan watak angkara murka mereka. Disertai senyum licik Patih Sangkuni. “Jadi, Negeri Amarta menjadi milikku sekarang,” kata Duryudana sambil tertawa.
“Apakah adinda sanggup untuk melanjutkan permainan?” tanya Duryudana. “Tapi aku sudah tak memiliki harta apapun kakanda,” jawab Yudhistira terbata-bata. “Bukankah adinda, masih memiliki Sadewa? Ia bisa dijadikan taruhan.” tanya Duryudana licik. Makin kagetlah Pandawa. Tak mungkin persaudaraan mereka dipertaruhkan. Namun kehormatan adalah di atas segala-galanya. Tiba-tiba Sadewa berkata,” Hamba rela dipertaruhkan demi kehormatan.” Yudhistira tertegun. “Benarkah adinda berkata demikian?” tanya Yudhistira tak percaya. “Benar kakanda. Semoga setelah ini kita bisa menang dan berkumpul kembali,” jawab Sadewa tegar. Maka dipertaruhkanlah Sadewa. Sudah dapat dipastikan Kurawa kembali menang dan Sadewa jatuh menjadi budak Kurawa. Permainan dadu terus berlanjut dengan kemenangan Kurawa. Satu persatu anggota Pandawa jatuh ke tangan Kurawa. Di antara para Pandawa, Bimalah yang paling geram terhadap Kurawa. Namun ia tetap setia kepada keksatriannya, kehormatannya.

Pandawa Kalah Main Dadu

Keutuhan keluarga kerapkali hancur karena iri dengki. Para Kurawa selalu iri dengan adik-adik sepupu mereka, Pandawa. Alam pikir Kurawa selalu dipenuhi rencana untuk menyingkirkan Pandawa yang berbakat kanuragan dan berhati lurus. Jadi, jika ada tingkah polah Kurawa yang bermanis-manis kepada Pandawa sebenarnya itu hanyalah sebuah tipu daya.
Kurawa masih saja iri dengan Pandawa sepeninggal Negeri Astina dibagi dua untuk Kurawa dan Pandawa. Satu tetap menjadi Astina dengan Duryudana menjadi raja, si sulung Kurawa. Yang satunya dinamai Negeri Amarta dengan Yudhistira si sulung Pandawa yang menjadi raja. Sekali lagi, Kurawa menyusun rencana untuk menyingkirkan Pandawa. Rencana untuk berperang urung dilakukan karena Kurawa kalah ilmu kanuragan dibanding Pandawa. Jika mau, anak panah Arjuna si Pandawa ketiga mampu menghabisi seluruh Kurawa yang berjumlah seratus orang dengan sekali tarikan gendewa. Atau satu hentakan telapak kaki Bima sang Pandawa kedua mampu merobohkan istana Astina milik Kurawa.
Tak ada cara lain selain tipu daya. Patih licik Astina, Sangkuni mengusulkan rencana untuk mengajak Pandawa main dadu. Kala itu, undangan main dadu dari seorang raja ke raja lain adalah sebuah kehormatan, jadi tak mungkin ajakan itu ditolak. Begitu pikir Sangkuni. Kurawa pun setuju. Tentu saja dadu sudah dibuat sedemikian rupa sehingga selalu menuruti tebakan Kurawa. Maka dibuatlah undangan bermain dadu kepada Pandawa.
Undangan itu sampailah ke Pandawa. Arjuna menaruh curiga.,” Kakanda Yudhistira, tak biasanya para Kakanda Kurawa berbaik hati begini rupa? Hamba curiga.” Ia bertanya kepada Yudhistira. “Para kakanda Kurawa selalu berniat buruk pada kita,” sambung Bima. Namun Yudhistira adalah satria yang bijaksana. Hatinya lurus dan tanpa prasangka. Ia berpikir undangan itu adalah sebuah kehormatan bagi Pandawa dan harus diterima. “Undangan ini harus diterima, ini adalah sebuah kehormatan. Mungkin para Kakanda Kurawa sudah lurus hatinya. Para adinda harus percaya kebaikan takkan takluk pada kejahatan dan angkara murka,” jawab Yudhistira mengakhiri pembicaraan. Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa menuruti kehendak junjungan mereka, Yudhistira.
Boyonganlah para Pandawa ke Negeri Astina. Drupadi, istri Yudhistira yang ia sunting dari Negeri Pancala diajak serta. Tak lupa harta dan perhiasan sebagai taruhan dibawa pula. Sampailah mereka ke Negeri Astina disambut para Kurawa yang nampak ramah tapi dalam hati tersenyum menyeringai karena angkara murka. Dimulailah permainan dadu setelah jamuan makan dan keakraban.
Pada awal-awal permainan, Pandawa dan Kurawa saling berganti kemenangan. Suasana terlihat akrab dan diselingi canda tawa. Tiba-tiba Duryudana berkata,” Adinda Pandawa, tak serulah permainan kita dengan taruhan yang kecil. Beranikah adinda bertaruh dengan taruhan yang lebih besar?” Pandawa tertegun. “Apa maksud Kakanda Duryudana?” tanya Yudhistira. “Bagaimana bila kita mempertaruhkan negeri kita, jika kali ini adinda menang maka aku serahkan Astina kepada adinda namun jika aku yang menang maka aku berhak memiliki Negeri Amarta. Pandawa kaget bukan kepalang, mereka mulai tersadar jika sudah masuk perangkap Kurawa. Namun mereka tak mampu menolak. Ajakan bermain dadu adalah sebuah kehormatan. Seorang ksatria tak boleh melawan kehormatannya. Sekarang mereka hanya bisa pasrah menghadapi keadaan. “Bolehlah, kakanda, tapi apa maksud Kakanda Duryudana sebenarnya?” tanya Yudhistira. “Aku hanya berniat membuat permainan kita makin seru saja adinda,” jawab Duryudana dengan ramah namun menyimpan kelicikan.
Dilanjutkanlah permainan dadu mereka dengan mempertaruhkan negeri Astina dan Amarta. Dan benar, setelah dadu dikocok dan dijatuhkan angka yang muncul memihak Kurawa. Wajah para Pandawa pucat bukan kepalang. Di sisi lain para Kurawa tertawa tergelak dan mulai menampakkan watak angkara murka mereka. Disertai senyum licik Patih Sangkuni. “Jadi, Negeri Amarta menjadi milikku sekarang,” kata Duryudana sambil tertawa.
“Apakah adinda sanggup untuk melanjutkan permainan?” tanya Duryudana. “Tapi aku sudah tak memiliki harta apapun kakanda,” jawab Yudhistira terbata-bata. “Bukankah adinda, masih memiliki Sadewa? Ia bisa dijadikan taruhan.” tanya Duryudana licik. Makin kagetlah Pandawa. Tak mungkin persaudaraan mereka dipertaruhkan. Namun kehormatan adalah di atas segala-galanya. Tiba-tiba Sadewa berkata,” Hamba rela dipertaruhkan demi kehormatan.” Yudhistira tertegun. “Benarkah adinda berkata demikian?” tanya Yudhistira tak percaya. “Benar kakanda. Semoga setelah ini kita bisa menang dan berkumpul kembali,” jawab Sadewa tegar. Maka dipertaruhkanlah Sadewa. Sudah dapat dipastikan Kurawa kembali menang dan Sadewa jatuh menjadi budak Kurawa. Permainan dadu terus berlanjut dengan kemenangan Kurawa. Satu persatu anggota Pandawa jatuh ke tangan Kurawa. Di antara para Pandawa, Bimalah yang paling geram terhadap Kurawa. Namun ia tetap setia kepada keksatriannya, kehormatannya.
Kini tinggalah hanya Yudhistira dan istrinya, Drupadi. Suasana riuh dengan gelak tawa Kurawa yang makin angkara murka. “Masih sanggupkah adinda melanjutkan permainan dadu ini?” tanya Duryudana. “Hamba sudah tak memiliki apa-apa kecuali Drupadi sebagai istri. Apakah kakanda tak memiliki malu untuk meminta Drupadi sebagai taruhan?” tanya Yudhistira. “Ini hanya sebuah permainan adinda, maka kuminta Drupadi menjadi selir Kurawa jika aku menang,” kata Duryudana yakin dan diiringi gelegar tawa Kurawa yang makin memburu, makin licik.
Drupadi tak rela, ia meminta pertanggungjawaban suaminya, Yudhistira. “Benarkah kakanda mau mempertaruhkan hamba? Segala-galanya telah kuperbuat demi kakanda. Apakah kakanda rela, kemuliaan hamba direnggut oleh Kurawa?” tangis Drupadi. Namun muka Yudhistira hanya tertunduk. Tak mampulah ia memandang Drupadi kekasihnya. Demi kehormatannya segalanya harus ia korbankan. Makin pedihlah hati Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Hati mereka sepedih Yudhistira menghadapi situasi dilema.
Dilanjutkanlah permainan dadu yang penuh tipu daya itu. Dan terjadilah kekhawatiran Pandawa. Duryudana menang, dan berhaklah ia atas Drupadi. Tiba-tiba muncullah Dursasana adik Duryudana menarik Drupadi. Memang sedari tadi ialah yang paling menunggu kesempatan ini. Ia ingin bercinta dengan Drupadi yang memang cantik jelita. Wajahnya dipenuhi nafsu angkara murka, ia tarik Drupadi menuju peraduannya. Namun dengan sekuat tenaga Drupadi menolak. Makin bernafsulah Dursasana. Dengan tertawa angkara murka ia cabut penjepit yang menggelung rambut Drupadi dan tergerailah rambut panjangnya. Tak cukup di situ ia lucuti pakaian kebesaran Drupadi sehingga hanya tersisa selembar kain yang melilit tubuhnya. Makin riuhlah suasana yang diwarnai dengan tawa nafsu kejam Kurawa. Para Pandawa hanya bisa menangis pasrah melihat kejadian memalukan itu.
Dursasana makin bernafsu, ia tarik kain yang melilit Drupadi. Jika kain ini habis maka telanjanglah tubuh Drupadi. Makin geramlah Bima.
Rupanya Yang Maha Kuasa di khayangan tak berkenan atas ini. Diberikanlah kain yang melilit Drupadi sebuah keistimewaan. Lilitannya tak akan habis bila terus ditarik. Makin lelah dan marahlah Dursasana. Iapun mengurungkan niatnya untuk mempermalukan Drupadi dan Pandawa. Drupadi yang dendam karena kehormatannya telah dicoba direnggut bersumpah, ia takkan menggelung rambutnya sebelum mandi keramas dengan darah Dursasana. Kelak pada Perang besar Bharatayuda antara Pandawa dan Kurawa, Dursasana mati di tangan Bima. Ia mengambil darah Dursasana untuk diberikan kepada Drupadi.
Pemainan dadu dilanjutkan. Yudhistira akhirnya mempertaruhkan diri sendiri. Ia kalah. Pandawa dan Drupadi menjadi budak Kurawa. Mereka kemudian diasingkan ke hutan oleh Duryudana.

Sepenggal Cerita Mahabarata



MEMBANGUN INDRAPRASTA
(diambil dari group @Sinau Wayang ) 2
Berita bahwa Pandawa masih hidup dan memenangkan sayembara terdengar oleh pihak Hastina. Mereka pun diundang pulang. Kembali Sengkuni menghasut Duryudana untuk mempertahankan haknya. Dretarastra sangat bingung dan takut Duryudana bunuh diri jika Yudistira ditunjuk sebagai ahli waris. Bisma akhirnya mengusulkan agar wilayah kerajaan dibagi dua. Dretarastra kemudian memberikan hutan Kandawa kepada Pandawa supaya dibangun menjadi kerajaan baru.Yudistira menurut.
Dengan dibantu Kresna dan Baladewa, para Pandawa berhasil membuka hutan Kandawa menjadi negeri baru yang sangat indah bernama Indraprasta. Yudistira kemudian menjadi raja di sana.
Pada suatu hari, Arjuna tanpa sengaja melihat Yudistira sedang bermesraan dengan Drupadi. Sesuai perjanjian, setiap Pandawa memiliki giliran masing-masing untuk bersama Drupadi. Jika ada yang mendekat, maka harus mengasingkan diri. Sebenarnya Yudistira memaafkan Arjuna, tetapi Arjuna tetap mengambil hukuman pengasingan itu. Ia lalu berkelana meninggalkan Indraprasta.
Dalam pengembaraannya, Arjuna mendapatkan banyak pengalaman, antara lain menikah dengan putri naga bernama Ulupi yang melahirkan Irawan, kemudian menikah dengan Subadra adik Kresna, yang melahirkan Abimanyu.
UPACARA RAJASUYA
Setelah Arjuna kembali dari pengasingan, Yudistira berencana mengadakan upacara Rajasuya. Upacara ini harus mengorbankan raja angkara murka bernama Jarasanda. Maka berangkatlah Kresna, Bima, dan Arjuna menuju ke Magada. Akhirnya, Jarasanda pun tewas setelah bertanding gulat belasan hari melawan Bima.
Upacara Rajasuya dihadiri banyak raja dan pangeran, termasuk Duryudana. Setelah usai, Duryudana tidak langsung pulang ke Hastina. Ia berjalan-jalan menikmati keindahan istana Indraprasta. Karena kurang hati-hati, ia jatuh tercebur ke kolam yang dihias seperti karpet. Drupadi melihat peristiwa itu dan mengejek Duryudana buta seperti ayahnya.
PERMAINAN DADU
Duryudana sakit hati dan pulang ke Hastina. Sengkuni lalu menyusun rencana untuk mempermalukan Pandawa. Kebetulan Yudistira suka bermain dadu dan tidak menolak saat Duryudana mengundangnya ke Hastina untuk bertanding melawan Sengkuni. Mula-mula mereka bertaruh kecil-kecilan dan Yudistira selalu kalah. Sampai akhirnya seluruh kekayaan Indraprasta berpindah ke tangan Duryudana yang diwakili Sengkuni.
Yudistira kemudian mempertaruhkan adik-adiknya satu per satu, sampai akhirnya dirinya sendiri pun jatuh pula. Terakhir ia mempertaruhkan Drupadi dan jatuh pula ke tangan Kurawa. Duryudana menyuruh Dursasana menyeret Drupadi yang beristirahat di kamar tamu. Dursasana kemudian menjambak Drupadi dan menyeretnya ke balai perjudian. Tidak hanya itu, Drupadi kemudian ditelanjangi, tapi ditolong Kresna yang mengiriminya pakaian secara gaib.
Gendari muncul dan meminta Duryudana membatalkan perjudian. Duryudana bersedia demi ibunya. Tapi ia kemudian mengajak Pandawa bermain dadu sekali lagi. Kali ini yang kalah harus menyerahkan kerajaannya dan mengasingkan diri ke hutan selama dua belas tahun, serta hidup menyamar selama setahun. Jika penyamaran itu terbongkar, maka harus mengulangi lagi hidup di hutan dua belas tahun dan menyamar setahun, begitulah seterusnya.
Dalam permainan kedua ini lagi-lagi Pandawa kalah dan harus menjalani hukuman. Kelima Pandawa pun berangkat ke hutan bersama Drupadi.
MASA PEMBUANGAN
Pandawa lima dan Drupadi hidup di hutan selama dua belas tahun dan mendapatkan banyak pengalaman. Antara lain pernah menyelamatkan Duryudana yang ditangkap para gandarwa. Padahal Duryudana datang ke hutan untuk mengejek Pandawa, kini justru ia sendiri yang merasa terhina. Kemudian Bima juga menghajar Jayadrata, saudara ipar Duryudana yang berniat menculik Drupadi. Arjuna juga pergi bertapa dan mendapatkan senjata Pasupati dari dewa Siwa. Selain itu, Arjuna juga diundang dewa Indra ke kahyangan dan mendapatkan ilmu seni tari.
Pengalaman terakhir di hutan adalah peristiwa telaga beracun, di mana keempat Pandawa tewas keracunan setelah meminum air telaga. Yudistira sendirian harus menjawab semua teka-teki yang diajukan raksasa penunggu telaga sehingga ia bisa menghidupkan kembali keempat adiknya. Ternyata raksasa itu adalah penjelmaan dewa Darma.
MASA PENYAMARAN
Pandawa menjalani masa penyamaran setahun di negara Wirata. Yudistira menjadi brahmana, Bima menjadi tukang masak, Arjuna menjadi banci guru tari, Nakula menjadi gembala kuda, Sadewa menjadi pengurus sapi, dan Drupadi menjadi pelayan ratu.
Pada bulan terakhir, adik ipar raja Wirata yang bernama Kincaka jatuh cinta kepada Drupadi. Drupadi hampir saja diperkosa di hadapan raja, sedangkan raja tidak berani mencegah. Malamnya, Drupadi meminta bantuan Bima untuk membunuh Kincaka. Kincaka akhirnya mati di tangan Bima.
Berita kematian Kincaka terdengar ke Hastina. Duryudana pun berniat menyerbu Wirata untuk menjadikannya jajahan. Sekutu Kurawa yang bernama Susarma dikirim lebih dulu untuk memancing pihak Wirata. Setelah semua pasukan Wirata berangkat menghadapi Susarma, pihak Kurawa pun datang menyerbu dari sisi lain.
Utara putra Wirata berangkat diiringi Arjuna sebagai kusir. Utara ketakutan melihat pasukan Kurawa terdiri dari orang-orang sakti seperti Bisma, Drona, Krepa, Duryudana, dan Karna. Maka, Arjuna pun membuka samaran dan mengambil alih kereta Utara. Pertempuran terjadi. Arjuna menggunakan senjata sirep untuk melumpuhkan pasukan Kurawa itu.
MASA PERUNDINGAN
Raja Wirata berterima kasih kepada Pandawa yang selama ini dikira pelayan. Ia berjanji akan membantu Pandawa mendapatkan kembali haknya. Pandawa pun diberi tanah di Upaplawya untuk mempersiapkan diri. Mula-mula dikirimlah brahmana Pancala ke Hastina untuk meminta supaya Kurawa mengembalikan Indraprasta. Duryudana menolak utusan itu karena menurut perhitungannya, belum genap setahun Pandawa menyamar tapi sudah terbongkar, sehingga harus mengulangi masa hukuman.
Pandawa kemudian mengirim Kresna sebagai utusan ke Hastina. Duryudana kembali menolak, bahkan berusaha membunuh Kresna. Tetapi Kresna dapat mengalahkan mereka dan pergi meninggalkan Hastina.
Kresna kemudian menemui Karna dan menceritakan jati dirinya sebagai kakak sulung Pandawa. Karna terkejut dan bimbang, namun akhirnya membulatkan tekad bahwa ia akan selalu setia kepada Duryudana yang berjasa besar kepadanya.
PERANG BARATAYUDA
Karena perundingan gagal, maka meletuslah perang Baratayuda selama delapan belas hari. Pandawa dibantu sekutu berjumlah tujuh Aksohini, sedangkan Kurawa dibantu sekutu berjumlah sebelas Aksohini. Sepuluh hari pertama pasukan Kurawa dipimpin Bisma yang akhirnya gugur di tangan Sikandi. Lima hari selanjutnya dipimpin Drona yang akhirnya tewas dipenggal Drestadyumna. Dua hari selanjutnya dipimpin Karna yang akhirnya gugur di tangan Arjuna. Hari terakhir dipimpin Salya yang gugur di tangan Yudistira, kemudian Sengkuni tewas di tangan Sadewa, dan Duryudana gugur perang tanding melawan Bima.
Sekutu Kurawa yang tersisa hanya tinggal Krepa, Aswatama, dan Kretawarma. Sebelum mati, Duryudana sempat menunjuk Aswatama sebagai senapati terakhir. Malam itu, Aswatama menyusup ke kemah Pandawa dan berhasil membunuh banyak orang yang sedang tidur, antara lain Drestadyumna, Sikandi, dan kelima anak Drupadi. Aswatama akhirnya dikalahkan oleh Pandawa dan kesaktiannya dilucuti.
Perang akhirnya berakhir. Pihak Pandawa kehilangan anak-anaknya dan semua sekutu mereka, kecuali Kresna dan Setyaki.
KEMBALI KE HASTINA
Pandawa yang telah menang mendapatkan hak atas Hastina. Dretarastra yang sakit hati berusaha membunuh Bima tetapi gagal. Yudistira berusaha tetap menyenangkan hati Dretarastra dengan selalu bersikap lembut kepadanya. Namun suatu hari Bima tidak sabar dan datang berbicara kepada Dretarastra. Ia berani menyebut Dretarastra sebagai penyebab kehancuran Kurawa. Dretarastra disebutnya sebagai raja yang tidak tegas, membiarkan anak-anaknya diasuh Sengkuni yang licik.
Dretarastra malu dan memilih pergi ke hutan untuk bertapa. Kunti, Gendari, dan Widura menyertai kepergiannya, sampai akhirnya mereka berempat meninggal di hutan.
Yudistira kemudian menjadi raja Hastina, sedangkan yang menjadi ahli waris adalah Pariksit anak Abimanyu.
KEMATIAN KRESNA
Kresna yang selama perang Baratayuda menjadi penasihat Pandawa sehingga bisa menghancurkan Kurawa, akhirnya mendapatkan karma. Keluarganya yang disebut bangsa Yadawa akhirnya hancur pula karena perang saudara. Diawali ketika mereka mengadakan upacara di hutan Paramanakoti, terjadi pertengkaran antara Setyaki dan Kretawarma. Dalam perang dulu, Setyaki memihak Pandawa dan membunuh Burisrawa yang sedang bersamadi, sedangkan Kretawarma memihak Kurawa dan membantu Aswatama membunuh para sekutu Pandawa yang sedang tidur.
Setyaki yang marah langsung membunuh Kretawarma. Maka terjadilah perang ramai karena ada yang membela Setyaki, ada yang membela Kertawarma, dan ada yang berusaha menengahi. Semuanya pun tewas dalam sehari, kecuali Baladewa dan Kresna. Keduanya kemudian pergi ke hutan. Baladewa bertapa di bawah pohon dan meninggal seketika, sedangkan Kresna bertapa tidur dan kakinya terkena panah seorang pemburu, sehingga ia pun meninggal.
KEMATIAN PANDAWA
Tiba saatnya para Pandawa berusaha mencapai moksa. Yudistira menyerahkan Hastina kepada Pariksit, kemudian berangkat bersama keempat adiknya dan Drupadi mendaki gunung Himawan. Satu per satu mereka bergururan di jalan, kecuali Yudistira saja yang berhasil mencapai puncak dan dijemput dewa Indra.
Yudistira naik ke surga beserta raganya. Namun ia heran mengapa roh para Kurawa berada di surga sedangkan roh para Pandawa dan Karna ada di neraka. Ia pun memilih tinggal di neraka saja daripada berpisah dengan saudara-saudaranya. Ternyata ini hanyalah ujian dari dewata. Roh Kurawa kemudian dimasukkan ke neraka, sedangkan roh Pandawa dan Karna dimasukkan ke surga.

Pandawa Kalah PERMAINAN ( Main ) DADU

Duryudana sakit hati dan pulang ke Hastina. Sengkuni lalu menyusun rencana untuk mempermalukan Pandawa. Kebetulan Yudistira suka bermain dadu dan tidak menolak saat Duryudana mengundangnya ke Hastina untuk bertanding melawan Sengkuni. Mula-mula mereka bertaruh kecil-kecilan dan Yudistira selalu kalah. Sampai akhirnya seluruh kekayaan Indraprasta berpindah ke tangan Duryudana yang diwakili Sengkuni.
Yudistira kemudian mempertaruhkan adik-adiknya satu per satu, sampai akhirnya dirinya sendiri pun jatuh pula. Terakhir ia mempertaruhkan Drupadi dan jatuh pula ke tangan Kurawa. Duryudana menyuruh Dursasana menyeret Drupadi yang beristirahat di kamar tamu. Dursasana kemudian menjambak Drupadi dan menyeretnya ke balai perjudian. Tidak hanya itu, Drupadi kemudian ditelanjangi, tapi ditolong Kresna yang mengiriminya pakaian secara gaib.
Gendari muncul dan meminta Duryudana membatalkan perjudian. Duryudana bersedia demi ibunya. Tapi ia kemudian mengajak Pandawa bermain dadu sekali lagi. Kali ini yang kalah harus menyerahkan kerajaannya dan mengasingkan diri ke hutan selama dua belas tahun, serta hidup menyamar selama setahun. Jika penyamaran itu terbongkar, maka harus mengulangi lagi hidup di hutan dua belas tahun dan menyamar setahun, begitulah seterusnya.
Dalam permainan kedua ini lagi-lagi Pandawa kalah dan harus menjalani hukuman. Kelima Pandawa pun berangkat ke hutan bersama Drupadi.

UPACARA RAJASUYA

Setelah Arjuna kembali dari pengasingan, Yudistira berencana mengadakan upacara Rajasuya. Upacara ini harus mengorbankan raja angkara murka bernama Jarasanda. Maka berangkatlah Kresna, Bima, dan Arjuna menuju ke Magada. Akhirnya, Jarasanda pun tewas setelah bertanding gulat belasan hari melawan Bima.
Upacara Rajasuya dihadiri banyak raja dan pangeran, termasuk Duryudana. Setelah usai, Duryudana tidak langsung pulang ke Hastina. Ia berjalan-jalan menikmati keindahan istana Indraprasta. Karena kurang hati-hati, ia jatuh tercebur ke kolam yang dihias seperti karpet. Drupadi melihat peristiwa itu dan mengejek Duryudana buta seperti ayahnya.

Pandawa MEMBANGUN INDRAPRASTA

Berita bahwa Pandawa masih hidup dan memenangkan sayembara terdengar oleh pihak Hastina. Mereka pun diundang pulang. Kembali Sengkuni menghasut Duryudana untuk mempertahankan haknya. Dretarastra sangat bingung dan takut Duryudana bunuh diri jika Yudistira ditunjuk sebagai ahli waris. Bisma akhirnya mengusulkan agar wilayah kerajaan dibagi dua. Dretarastra kemudian memberikan hutan Kandawa kepada Pandawa supaya dibangun menjadi kerajaan baru.Yudistira menurut.
Dengan dibantu Kresna dan Baladewa, para Pandawa berhasil membuka hutan Kandawa menjadi negeri baru yang sangat indah bernama Indraprasta. Yudistira kemudian menjadi raja di sana.
Pada suatu hari, Arjuna tanpa sengaja melihat Yudistira sedang bermesraan dengan Drupadi. Sesuai perjanjian, setiap Pandawa memiliki giliran masing-masing untuk bersama Drupadi. Jika ada yang mendekat, maka harus mengasingkan diri. Sebenarnya Yudistira memaafkan Arjuna, tetapi Arjuna tetap mengambil hukuman pengasingan itu. Ia lalu berkelana meninggalkan Indraprasta.
Dalam pengembaraannya, Arjuna mendapatkan banyak pengalaman, antara lain menikah dengan putri naga bernama Ulupi yang melahirkan Irawan, kemudian menikah dengan Subadra adik Kresna, yang melahirkan Abimanyu.